Home » » Sebuah Nama yang Pernah Membuatku Jatuh Cinta

Sebuah Nama yang Pernah Membuatku Jatuh Cinta



Sebuah Nama yang Pernah Membuatku Jatuh Cinta
Sumber gambar: satuislam.org

Aku tak bisa luluhkan hatimu....
Seorang cowok menyanyi di kelas. Lagunya Dewa ya, kalau nggak salah? Entah mengapa aku merasa dia melantunkannya untukku.
Aku pernah jatuh cinta hanya karena sebuah nama. Bukan karena namanya yang bagus. Tapi karena semasa SMA, aku pernah menjadikan nama itu sebagai pacar fiktifku. Aku, yang saat itu dituduh sebagai pengganggu pacar orang. Padahal, memang si ceweknya saja yang kecemburuannya keterlaluan –saking cintanya. Lalu aku ‘berlindung’ di balik nama itu.

Masuk kuliah, mahasiswa pertama yang kukenal adalah seorang cowok songong yang memperlakukan temannya sendiri seperti ‘babu’. Bagaimana tidak, segala macam formulir, temannya yang mengisikan. Sementara dia hanya mendikte. Dih, teman masa’ gitu?! Wew.
Hal yang membuatku melongo adalah, cowok songong itu punya nama persis seperti nama pacar fiktifku! (Namanya memang pasaran, keleees). Lebih-lebih, di belakang hari, kuketahui ternyata dia adalah satu fakultas denganku, satu jurusan, bahkan NIMnya tepat di atas NIMku! (NB: di akhir masa kuliah, lagi-lagi kami ‘disatukan’ dengan dosen pembimbing yang sama).
Dari awal OSPEK kukira sebenarnya kami memang saling suka. Nggak tahu juga sih kalau aku yang kePeDean. Tapi apa yang terjadi? Aku juga lupa bagaimana ceritanya, justru aku pacaran dengan temannya, si Jangkung. FYI, si Jangkung ini punya semacam indera ke-enam. Dia bahkan tahu saat aku ada di mana, bersama siapa, termasuk sedang menghadap ke arah mata angin yang mana. Dih, jadi parno kan?
Si Jangkung masih satu fakultas denganku, tapi beda jurusan. Lalu apa kabarnya dengan cowok songong yang satu kelas ini? Bahkan hampir setiap hari aku bertemu dengannya. Meskipun aku jadian dengan si Jangkung, entah mengapa setiap melihat si Songong aku selalu speechless. Ya ampun..., segininya.
Pengalaman yang sudah-sudah, aku pacaran sama cowok, paling banter lamanya hanya 6 bulan. Singkat cerita, aku dan si Jangkung putus. Kalau boleh jujur, saat itu aku masih menyimpan rasa dengan si cowok Songong. Namun lagi-lagi, aku justru jadian dengan cowok lain, yang kini menjadi suamiku tercinta.
“Kenapa tidak menungguku? Aku hanya mengetes kesabaranmu.”
Mbok pikir iki ujian?
“Tidak semua perempuan bisa diperlakukan seperti itu,” kataku.
Belakangan aku sadari, rasa pada cowok songong yang kupikir cinta itu, justru menghambat kemampuanku. Aku tidak leluasa berbicara di depan kelas jika ada dia. Aku bahkan tidak ikut organisasi yang ada dia di dalamnya. Padahal organisasi itu sangat-sangat-sangat penting untuk menunjang studiku. Dan hal lain yang aku sadari bahwa ternyata aku tidak nyaman dekat dengannya. Apa hal seperti ini yang disebut cinta?
Ya, pada akhirnya, aku ‘menemukan’ seseorang yang kebetulan punya tanggal lahir sama dengannya. Sebenar-benarnya cinta yang diniati untuk beribadah, dan disatukan dengan akad nikah. Kini kami telah dianugerahi titipan terindah dari-Nya; seorang bayi yang sangat menggemaskan. Aku tidak tahu, kata apa lagi yang bisa mewakili rasa cinta pada dua kesayanganku ini.
Dan dia, ‘menemukan’ seseorang yang namanya kebetulan sama denganku. Semoga kalian berjodoh :-)

Kediri, 21 Januari 2017
Anyway, kenapa aku tidak menuliskan pertemuan dengan suamiku saja? Ini hanya sebagai pengingat bahwa suatu rasa yang dikira cinta itu ternyata bisa salah juga. Dalam konteks lawan jenis, kadang kita tidak bisa membedakan antara rasa kagum, bangga, cinta, atau semacamnya.
NB: Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge. #10DaysKF

0 comments :

Post a Comment

Visitor