Home » , » Emphatic Parenting : Pahami Perasaan Anak Dulu, Yuk!

Emphatic Parenting : Pahami Perasaan Anak Dulu, Yuk!

Emphatic Parenting : Pahami Perasaan Anak Dulu, Yuk!
Dear, Ayah dan Bunda

Judul      : Dear, Ayah dan Bunda
Penulis   : Yenita Anggraini
Penerbit : Diva Press
Cetakan : Pertama, Desember 2017
Halaman : 256 halaman
ISBN      : 9786023914838

Sejujurnya aku bukan penggemar bacaan nonfiksi untuk ‘dikonsumsi’ sehari-hari. Namun ketika penerbit Diva Press pertama kali memposting tentang buku ini, rasanya kok aku langsung penasaran aja, ya. Sepertinya menarik. Sebab apa? Setiap awal bab-nya, dibuka dengan sudut pandang anak. Berbeda sekali dengan buku-buku parenting lainnya. Something new, nih!
Sejujurnya (yang kedua), aku dapat buku ini gratisan dari sebuah blog tour di celoteh-ainini.blogspot.co.id. Mau dapat buku gratis juga? Sering-sering ikutan give away aja. Ehe. Salah satu penerbit yang sering ngadain give away ya ini : Diva Press.

Buku ini adalah buku yang memberi sentuhan yang berbeda kepada Ayah Bunda. Lewat penggalan-penggalan surat, buku ini ingin mengantarkan Ayah Bunda menuju sebuah pemahaman tentang apa yang buah hati rasakan, apa yang harus Ayah Bunda lakukan, dan yang paling utama adalah tentang bagaimana Ayah Bunda bisa tetap berpikir dan bersikap positif menghadapi dunia buah hati yang penuh dengan kejutan, perubahan perilaku, dan juga loncatan-loncatan perasaan. (kata pengantar, hlm. 8)

Ya, benar. Biasanya saat mengasuh anak, kita selalu menggunakan sudut pandang  sebagai orang tua, tanpa memperhatikan sudut pandang dari anak. Dengan membaca cuplikan-cuplikan diary di dalam buku ini, kita akan tersadar. “Oh iya, ya. Ini lho, yang dirasakan/dipikirkan anak kita.” Ternyata penting memperhatikan hal-hal seperti ini dalam pola asuh kita.
Buku ini berisi tentang proses tumbuh kembang dan belajar memahami anak sejak usia 0 (dalam kandungan) hingga 5 tahun. Sebab menggunakan sudut pandang anak dan orang tua, buku ini jadi seimbang. Jadi tidak berat sebelah :-)

Dear, Ayah Bunda. Popokku basah, aku menangis. Aku kedinginan, aku menangis. Aku mengantuk, aku menangis. Aku lapar, aku menangis. Berinteraksilah denganku, Ayah Bunda, sehingga kalian akan mengenal jenis tangisku. (hlm. 101)

Apa kata kuncinya? Komunikasi! Bahkan sejak dalam kandungan, dia pun suka bila diajak komunikasi. Lalu apa alasan kita untuk tidak berkomunikasi (red : dengan mempedulikan perasaannya) dengan anak kita dalam pengasuhan sehari-hari? Inilah perlunya menggunakan sudut pandang ganda dalam pola asuh kita.
Layaknya buku parenting lainnya, dalam buku ini  akan banyak kita temukan tips-tips yang menarik untuk diikuti. Kalimat-kalimatnya ringan, sehingga mudah dipahami dan diterapkan.

Ayah Bunda adalah guru pertama yang akan dijadikan panutan oleh buah hati. Jika Ayah Bunda menginginkan mereka bersikap baik, maka perbaiki terlebih dahulu diri Ayah Bunda. (hlm. 225)

Memang tidak ada orang tua yang sempurna, tapi kan kita bisa berusaha menjadi lebih baik, lebih baik, dan lebih baik lagi. Sebab itulah kita harus tetap dan terus belajar. ^_^

Ayah Bunda bisa baca blurb bukunya ini ya!
Dear, Ayah dan Bunda

Dear, Ayah Bunda
Hari ini aku kesal sekali. Aku tahu kita akan pergi ke rumah nenek. Bunda sudah mengatakan itu sejak kemarin, tapi aku tadi sedang bermain, lalu Bunda tanpa bilang apa-apa langsung membereskan mainanku. Bunda harusnya bilang dulu kepadaku bahwa kita akan berangkat.
Seorang anak, meskipun masih kecil, ia tetaplah manusia yang memiliki perasaan. Dengan dalih melakukan yang tebaik–menurut orang tua, terkadang Ayah Bunda justru mengabaikan perasaannya. Padahal perasaan diabaikan akan sangat berpengaruh terhadap tumbuh kembangnya ke depan.
Nah, buku ini hadir untuk menemani Ayah Bunda mendampingi tumbuh kembang buah hati sejak ia masih dalam kandungan hingga usia lima tahun. Setiap bagian dibuka oleh narasi dengan sudut pandang anak, sehingga Ayah Bunda seolah diajak membaca curahan hati si kecil.
Berkomunikasi dengan bayi, menghadapi anak tantrum, mengajarinya berbagi, saat anak mengadu, dan lain-lain, dibahas di buku ini. Dengan perspektif baru, Ayah Bunda akan lebih peka terhadap apa yang dirasakan oleh buah hati.
Selamat membaca!

 By the way, paragraf ke dua itu, apakah tidak cukup *MakJleb*?!






0 comments :

Post a Comment

Visitor