Home » , » Ladies, Please! Belajarlah...

Ladies, Please! Belajarlah...



Kalo kamu termasuk perempuan yang belum menikah, mintul –minta tulung— banget yah. Belajar selagi ada kesempatan. ‘Ku bilang begini soalnya mengalami sendiri.
Time is money? Iyess, bener. Maksudnya untuk ‘menggambarkan’ betapa waktu itu sangat berharga.
But, money can’t buy time. Pernah denger bahwa hal yang yang terjauh dari kita adalah masa lalu? Karena memang kita sama sekali tidak akan bisa kembali ke sana. (Sejauh ini, tidak ada teknologinya. Ya, kecuali mesin waktu milik Doraemon :-p )
Anyway, aku nggak bermaksud menggurui. Sueeerrr! Hanya ingin berbagi, kok.
Hal yang aku sesali setelah menikah adalah, kenapa dulu aku nggak banyak belajar. Dan yang kuceritakan ini hanyalah sebagiannya saja.

Dulu, di pesantren (masa SMK), aku tak belajar dengan baik. Kadang nyoret-nyoret kertas nggak jelas waktu diajar ustadz. Kadang malah nyembunyiin muka –tidur.
 
Ladies, Please! Belajarlah...
Salah satu 'dokumentasi' coret-coret kertas sama teman-teman saat ngaji
Dulu, di kost (masa kuliah), temen-teman bilang aku pinter masak. Hanya karena sehari-hari aku rajin masak, sementara mereka lebih suka beli lauk di warung. Alasanku simple: lebih hemat. Sementara prinsipku dalam hal memasak bukan soal enak-tak enak, melainkan: yang penting bisa dimakan.
Dulu, di kampus (masa kuliah juga), kesempatan terbuka lebar untuk mempelajari berbagai hal yang menyangkut life skill. Nyatanya, dengan alasan lelah, aku memilih nyantai-nyantai di kost. (Lelah dikit aja udah langsung berubah jadi Hayati, wew!)
Dulu, pernah kepikiran ingin kursus menjahit. Asik kan, kalo bisa bikin baju sendiri. Selain ukurannya pas di kita, limited edition juga. Nggak jadi-jadi juga akhirnya.
Sekarang, aku punya ibu mertua yang:
1.      Ilmu agamanya diperhitungkan di lingkungan kami;
2.      Jago masak;
3.      Pinter menjahit;
4.      Dan banyak keahlian-keahlian lainnya.
Apalah aku ini yang:
1.      Waktu ngasih nama bayiku pakai bahasa arab. Saat suami-ibu mertua-dan bapak mertua sibuk mendiskusikan wazan-mauzun kata yang akan digunakan sebagai nama, aku hanya bisa mengangguk-angguk (padahal nggak ngerti-ngerti amat);
2.      Masak kategori sederhana aja sering keasinan;
3.      Bisa mbenahin kancing lepas aja udah syukur;
4.      Dan banyak kekurangan-kekurangan lainnya.
Kalo udah gitu, apa lah aku ini yang cuma semacam upil di kobokan. Merasa nggak berguna.
For your information, aku beruntung banget punya ibu dan bapak mertua yang suuuper sabar. Seandainya aku jadi menantu orang lain –dengan berbagai kekurangan kemampuan dan kekurang-ajaranku (contoh: bangun paling siang, jarang banget bantuin masak), paling ndhasku wis dikeplak.
Ya memang, kesempatan belajar masih terus ada selama maut belum menjemput. Tapi ingat, lebar-sempitnya kesempatan itu berbeda lho, ketika kamu masih single dan udah bersuami –apalagi udah punya anak.
So, please, jangan bangga kalo nggak bisa apa-apa. Kecuali, seandainya kamu nanti seberuntung diriku. Hoho. *dikaplok rame-rame

Kediri, 4 Maret 2017

NB: Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti #KampusFiksi 3 Days Writing Challenge. # KF3Days

2 comments :

  1. Ada saran buat mahasiswa laki2, life skill apa yg harus dikuasai?

    ReplyDelete

Visitor