Kalo kamu termasuk
perempuan yang belum menikah, mintul –minta tulung— banget yah. Belajar
selagi ada kesempatan. ‘Ku bilang begini soalnya mengalami sendiri.
Time is money?
Iyess, bener. Maksudnya untuk ‘menggambarkan’ betapa waktu itu sangat berharga.
But, money can’t buy
time. Pernah denger bahwa hal yang yang terjauh dari kita
adalah masa lalu? Karena memang kita sama sekali tidak akan bisa kembali ke sana.
(Sejauh ini, tidak ada teknologinya. Ya, kecuali mesin waktu milik Doraemon :-p
)
Anyway,
aku nggak bermaksud menggurui. Sueeerrr! Hanya ingin berbagi, kok.
Hal yang aku sesali
setelah menikah adalah, kenapa dulu aku nggak banyak belajar. Dan yang
kuceritakan ini hanyalah sebagiannya saja.
Dulu, di pesantren
(masa SMK), aku tak belajar dengan baik. Kadang nyoret-nyoret kertas nggak
jelas waktu diajar ustadz. Kadang malah nyembunyiin muka –tidur.
Dulu, di kost (masa
kuliah), temen-teman bilang aku pinter masak. Hanya karena sehari-hari aku
rajin masak, sementara mereka lebih suka beli lauk di warung. Alasanku simple:
lebih hemat. Sementara prinsipku dalam hal memasak bukan soal enak-tak enak,
melainkan: yang penting bisa dimakan.
Dulu, di kampus (masa
kuliah juga), kesempatan terbuka lebar untuk mempelajari berbagai hal yang menyangkut
life skill. Nyatanya, dengan alasan lelah, aku memilih nyantai-nyantai
di kost. (Lelah dikit aja udah langsung berubah jadi Hayati, wew!)
Dulu, pernah kepikiran
ingin kursus menjahit. Asik kan, kalo bisa bikin baju sendiri. Selain ukurannya
pas di kita, limited edition juga. Nggak jadi-jadi juga akhirnya.
Sekarang, aku punya ibu
mertua yang:
1.
Ilmu agamanya
diperhitungkan di lingkungan kami;
2.
Jago masak;
3.
Pinter menjahit;
4.
Dan banyak
keahlian-keahlian lainnya.
Apalah
aku ini yang:
1.
Waktu ngasih
nama bayiku pakai bahasa arab. Saat suami-ibu mertua-dan bapak mertua sibuk mendiskusikan
wazan-mauzun kata yang akan digunakan sebagai nama, aku hanya bisa
mengangguk-angguk (padahal nggak ngerti-ngerti amat);
2.
Masak kategori
sederhana aja sering keasinan;
3.
Bisa mbenahin
kancing lepas aja udah syukur;
4.
Dan banyak
kekurangan-kekurangan lainnya.
Kalo udah gitu, apa lah
aku ini yang cuma semacam upil di kobokan. Merasa nggak berguna.
For your information,
aku beruntung banget punya ibu dan bapak mertua yang suuuper sabar. Seandainya
aku jadi menantu orang lain –dengan berbagai kekurangan kemampuan dan
kekurang-ajaranku (contoh: bangun paling siang, jarang banget bantuin masak), paling
ndhasku wis dikeplak.
Ya memang, kesempatan
belajar masih terus ada selama maut belum menjemput. Tapi ingat, lebar-sempitnya
kesempatan itu berbeda lho, ketika kamu masih single dan udah bersuami –apalagi
udah punya anak.
So,
please, jangan bangga kalo nggak bisa apa-apa. Kecuali, seandainya kamu
nanti seberuntung diriku. Hoho. *dikaplok rame-rame
Kediri,
4 Maret 2017
NB:
Tulisan
ini dibuat dalam rangka mengikuti #KampusFiksi 3 Days Writing Challenge. # KF3Days
Ada saran buat mahasiswa laki2, life skill apa yg harus dikuasai?
ReplyDeleteskill menafkahi istri dan keluarga :p :D
Delete