Home » » Maafkan Aku, Bu

Maafkan Aku, Bu



Seorang ibu akan tetap menjadi seorang ibu, bahkan ketika putrinya pun sudah menyandang status sebagai ibu.

Maafkan Aku, Bu
Sumber gambar: sasakala80.wordpress.com
Masa-masa awal aku melahirkan, ibu ikut merawat si kecil. Bahkan juga merawatku. Dia rela datang jauh-jauh. Demi aku dan anakku yang notabene adalah cucu pertamanya.
Yang membuatku menyesal adalah; ketika aku tidak sependapat dengan ibu tentang cara merawat anakku, tanpa sadar, aku kadang berbicara dengan nada tinggi padanya.

Contoh, saja. Kalimat ini.
“Buk, mboten ngoten niku...”
Dan kalimat ini.
“Buk, mboten ngoten niku!”
Beda banget kan, kalau dilisankan?
Siapapun pasti tahu, sekalipun bukan kata-kata kasar, kalimat yang diucapkan dengan nada tinggi –dan tidak pada tempatnya, adalah sebuah ketidak-sopanan. Bisa jadi malah sangat menyakitkan.
Tapi ibu bersikap biasa saja. Seolah maklum dengan putrinya yang khilaf. Yang tidak tahu rasa berterima kasih. Yang itu semua karena putrinya masih gagap sebagai seorang ibu baru.
Maafkan aku, Bu..., ampuni aku. Seharusnya aku bisa ber-etika dengan lebih baik. Apalagi rasa cintamu pada cucumu ini juga sangat berlimpah. Bisa jadi setara dengan rasa cinta pada anak sendiri. Sungguh berdosanya aku padamu.
Tak ‘kan kuulangi lagi.
Semoga Allah mengampuniku, sekaligus mengangkat derajatmu. Atas kasih sayangmu. Atas kelembutan hatimu. Atas jiwa pemaafmu. Atas kemuliaanmu. Ibu.
Aku mencintaimu.
Mohon maafkan aku. :’(

Kediri, 27 Januari 2017
NB: Tulisan ini dibuat dalam rangka mengikuti #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge. #10DaysKF #Day10


0 comments :

Post a Comment

Visitor