Home » » Titip Surat Untuk Anakku

Titip Surat Untuk Anakku



Sayang, lagi mimpi apa? Tiba-tiba senyum dan tertawa ngeklek padahal mata masih merem. Ibu gemes, segemes-gemesnya! Cium pipi kiri-kanan, boleh? :*:*

Ibu senang melihat perkembanganmu. Rasa-rasanya baru kemarin sore Ibu mengandungmu. Sekarang, ‘tiba-tiba’ kamu sudah bisa tengkurap dan ngoceh-ngoceh yang hanya kamu dan Allah yang tahu apa maksudnya. :-)
Titip Surat Untuk Anakku
 Namun sebenarnya Ibu juga sekaligus sedih karena masa-masa ini hanya akan kita lewati sekali. Semakin kamu berkembang, semakin ibu kehilangan hari-hari seperti ini. Tahu-tahu nanti, kamu sudah sekolah, lalu kuliah, lalu menikah. Di saat itu, masih bolehkah ibu memeluk dan mencium pipi kiri-kananmu? :-D
Tapi ini semua adalah kesedihan yang membahagiakan, Nak. Percayalah.
Ibu minta maaf ya, Sayang.
Saat mengandungmu, Ibu tidak bisa me-manage emosi dengan baik. Ibu merasa sensitif sekali saat itu, hingga beberapa kali Ibu stress. Mungkin itu sangat mengganggumu saat masih tinggal di perut Ibu.
Saat hendak melahirkanmu, Ibu memiliki kemampuan yang payah sekali. Ibu pikir, Ibu sudah ngeden sekuat-kuatnya. Namun ternyata itu tetap tak berhasil membuatmu mberojol dengan manis. Pada akhirnya, kepalamu terpaksa harus divacum. Ibu sungguh nelangsa, Nak. Mungkin kamu juga merasa sakit oleh alat itu. Namun setelah mendengar nyaring tangismu, melihat wajahmu untuk pertama kalinya dan diletakkan di dada Ibu, Ibu sangat bersyukur.
“Laki-laki, Bu.”
Alhamdulillah..., bahagianya hati Ibu. Bagi Ibu, Nak, laki-laki atau perempuan sama saja. Lebih-lebih karena kamu anak pertama. Yang penting kamu sehat dan selamat. 


Saat kamu rewel, orang-orang sering bertanya, “Kenapa?” 
Bagaimana mungkin menjawab “tidak tahu” kepada mereka, sementara aku ini ibumu? Meskipun memang sebenarnya juga tidak tahu, tapi Ibu selalu belajar dan berusaha memahamimu. Dan lama-lama Ibu tahu sebagian arti tangismu. Nada tangismu. Nada lapar, nada bosan, nada kegerahan.
Saat kamu tidak bisa tidur dengan pulas, Ibu juga gelisah. Apa gerangan yang membuatmu tak nyaman?
Saat kamu sakit, rasanya sungguh sedih, Nak. Mungkin karena Ibu tidak bisa menjagamu dengan baik. Andaikan bisa, biarkan Ibu saja yang menggantikan rasa sakitmu.
Suatu saat, jika Ibu pernah marah padamu, entah khilaf atau sengaja, percayalah bahwa kasih sayang ibu jauh lebih besar dari amarah itu. Dan sebesar-besarnya kasih sayang ibu, kasih sayang Allah jauh lebih besar padamu.
Suatu saat, jika Ibu tidak bisa memberikan sesuatu yang menjadi kehendakmu, mohon kamu mengerti. Mungkin ibu tidak mampu, atau mungkin itu tidak baik untukmu. Lebih dari itu, Allah paling tahu apa yang terbaik bagimu.
Nak, negara kita ini sedang embuh. Ibu juga tidak paham. Sementara kamu, ditakdirkan lahir di negara ini. Semoga di masa depanmu, keadaan tidak semakin sulit. Semoga negara ini semakin membaik.
Semoga kamu menjadi anak yang solih dan bermanfaat bagi umat. Kamu tahu, Sayang, bermanfaat bagi umat itu bukan berarti harus rebutan kursi jadi petinggi. Jadi apapun kamu kelak, asalkan itu baik, lakukan dengan sebaik-baiknya. Diniati ibadah, lillaah.
Semoga Allah membaguskan suaramu, sehingga Ibu bisa mendengar lantunan tilawah al-Qur’an dan bacaan shalawat yang merdu dari lisanmu.
Semoga Allah membaguskan wajahmu, sehingga Ibu bisa memandang indahnya ciptaanNya dalam dirimu.
Semoga Allah memberikan kecerdasan bagimu, sehingga kamu bisa memahami ayat-ayat qauliyah maupun kauniyah dariNya.
Semoga Allah memberikan umur yang panjang dan barokah untuk kita, sehingga kita bisa menghabiskan waktu bersama lebih lama.
Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan untuk kita, sehingga kita bisa saling menjaga.
Semoga Allah memberikan rezeki yang cukup untuk kita, sehingga kita bisa berbagi dengan sesama.
Dan semoga-semoga yang lain, percayalah bahwa setiap Ibu berharap yang terbaik untuk anaknya. Setiap ibu menginginkan anaknya bahagia.
Di tengah hiruk-pikuk kehidupan di dunia ini, ibu berdoa mudah-mudahan Allah senantiasa menjaga akhlakmu.
Ibu selalu mencintaimu.

Kediri, 26 Januari 2017
Khususnya untuk anakku, Ahmad Afid Ahda

NB: Tulisan ini juga dibuat dalam rangka mengikuti #KampusFiksi 10 Days Writing Challenge. #10DaysKF #Day9
Yang belum ikutan, yuk cek twitter @KampusFiksi





0 comments :

Post a Comment

Visitor