9 Maret 2017, usia Afid 180 hari |
Alhamdulillah...,
Afid lulus ASI Eksklusif 6 bulan (180 hari menurut WHO). Tentunya, dengan
berbagai tantangan. Mungkin bagi sebagian orang, ini adalah hal sepele. Tapi,
yang kualami ini benar-benar butuh perjuangan!
Cobalah kau tanya pada
para ibu yang ‘idealis’ sepertiku. Apakah memberi ASI Eksklusif pada buah hati
itu gampang?
Ada yang ‘gagal’ karena
faktor ASI itu sendiri. (Sebagian dari ibu-ibu ini berpendapat bahwa ASInya
nggak cukup)
Ada ibu-ibu wanita
karier yang benar-benar berjuang, pumping setiap ada kesempatan demi
memastikan stok ASIP cukup untuk si kecil.
Dan, ada ibu rumah
tangga yang benar-benar memperjuangkan hak ASI Eksklusif bayinya, bukan karena
kedua hal tadi. Namun karena kurang dukungan dari orang-orang terdekat. Ini
yang aku alami.
ASIku, alhamdulillah
cukup. Dari awal aku yakin bahwa Allah pasti mencukupkan rezeki untuk si jabang
bayi. Ya, tentu saja juga berbekal pengetahuan bahwa teori ASI terkait supply
& demand. Sebanyak apa si kecil butuh ASI, sebanyak itu pula
(kuantitas) yang diproduksi. Sejak Afid lahir, dia benar-benar aku jauhkan dari
sufor (susu formula). Meskipun rumah sakit tempatku melahirkan sepertinya
memang kurang mendukung program ASI Eksklusif. Nyatanya, setiap bayi yang baru
lahir langsung disediakan sufor M*rinaga B*T yang katanya kandungan susu
tersebut mirip sama ASI.
(For your
information, pada hari ketiga di rumah sakit saat itu, Afid diperiksa oleh
dokter anak. Diagnosanya membuatku tercengang: bayiku alergi susu sapi! Hal
yang membuatku bertanya-tanya adalah, bagaimana bisa didiagnosa seperti itu,
padahal dari awal lahir tidak pernah minum sufor? Imbasnya, aku juga tidak
diperbolehkan minum susu sapi. Wew! Padahal aku suka banget sama susu kotak
yang notabene berasal dari susu sapi itu. Aku sempat berdebat dengan
beberapa perawat namun mereka tidak dapat memberikan jawaban yang pasti.
Sementara si dokter anak itu entah ke mana rimbanya. Tapi ya udahlah. Toh, aku
berniat mengASI Eksklusif. Resep dari dokter berupa susu soya P*pty Jun*or
untuk bayi seharga ratusan ribu itu akhirnya kuabaikan. Buat apa?)
Saat ini, aku juga
bukan wanita karier. Memang pernah aku merasa depresi karena ‘cuma’ menjadi
IRT, padahal sebelumnya aku adalah wanita mandiri yang bisa membelanjakan uang
sesuka hati. Tapi lama-kelamaan aku bersyukur, bisa full time sama
bayiku. Menemani dan menjadi saksi dari setiap perkembangannya adalah anugerah
yang luar biasa! Nyatanya, cinta membuatku tak bisa lama-lama jauh darinya :*
Nah, kembali ke pokok
permasalahan. Dalam hal ini, orang-orang terdekat kurang mendukung program ASI
Eksklusif yang aku perjuangkan. Seperti tukang pijit bayiku, yang sering bercerita
kalau cucu-cucunya dulu sering diberi makan pisang kok, bahkan sebelum usia 2
bulan. Dia bilang itu bisa membuat tidur si bayi pulas, karena kenyang. Ibu
mertua juga. Saking sayangnya sama Afid, waktu dia masih umur 4 bulan,
pinginnya segera dikasih makan karena nggak tega waktu melihat Afid ‘kayaknya
udah pingin makan’.
Di situ pergolakan
batinku dimulai. Aku masih kokoh dengan pendirianku. Sampai aku sempat
kepikiran ‘agak menjauhkan’ Afid dari ibu mertua. Hingga berniat
‘mengamankannya’ ke rumah orang tuaku untuk sementara. Melibatkan suami? Ah,
lupakan. Dia pun sempat goyah.
Logikaku (yang alhamdulillah
masih sehat) menceracau.
Jangan sampai ‘hanya’
gara-gara ini hubungan dengan mertua jadi kacau.
Jangan sampai melanggar
tata krama pada mertua yang notabene adalah orang tua sendiri juga!
Tapi Afid butuh ASI
saja selama 6 bulan!
Kalau diberi MPASI
sebelum waktunya, konsumsi ASI jadi berkurang. Padahal nutrisi yang utama
adalah ASI!
Kamu ini wanita
berpendidikan. Kamu tahu mana yang benar!
Semuanya bisa
dikomunikasikan! Tanpa mengurangi hak bayimu dan tanpa menyakiti hati siapapun!
Astaghfirullahal
‘azhiim...
Bulan 4-6 adalah
hari-hari mencemaskan bagiku. Seolah-olah, aku berharap semoga 6 bulan lekas
berlalu agar Afid ‘aman’ dan hatiku tenang. Padahal di sisi lain, aku ingin
sekali menikmati setiap detik kebersamaan dengan anakku tersayang.
Singkat cerita,
akhirnya aku berhasil melewati ‘masa-masa sulit’ ini. Walaupun, seharusnya aku nggak
boleh terlalu berani mengatakan bahwa ini benar-benar berhasil. Sebab beberapa
kali kulihat beberapa orang terdekat sempat ‘mencuri-curi’ kesempatan untuk
memberi Afid ‘sesuatu’. Aku terpaksa pura-pura tidak tahu. Kulakukan demi
mengindari konflik. Namun perasaanku cedera. Seolah hakku sebagai ibunya
dilangkahi begitu saja. Tanpa mempedulikan apa yang selama ini aku perjuangkan.
Yah, tapi hal yang juga
aku sadari adalah: sebenarnya, itu saking mereka sayang sama Afid. Alhamdulillah
:’)
Lanjut pemberian MPASI 14Days
menu tunggal. Dan ini hari pertama. Jadwal menunya sih masih corrected.
Semoga kali ini orang-orang lebih pengertian, ya :-)
Kediri,
9 Maret 2017
0 comments :
Post a Comment